Aisyah r.a. berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Sebaik-baik kalian adalah (suami) yang paling baik terhadap keluarganya dan aku adalah yang paling baik terhadap keluargaku.” (HR. Tirmidzi, dishahihkan oleh Al-Bani)
Rasulullah saw. telah mengajarkan sekaligus mencontohkan bagaimana menjadi suami yang baik. Suami yang dicintai isteri, dan sekaligus ayah yang diiteladani anak-anaknya.
Tidak mudah memang. Tapi, seperti itulah Islam menargetkan keunggulan seorang muslim. Tidak usah mulut-muluk menjadi pemimpin berpengaruh, pejabat yang revolusioner, aktivis yang digandrungi masyarakat, dan sebagainya. Cukup menjadi suami yang dicintai isteri, dan diteladani anak-anak. Itulah manusia terbaik yang sebenarnya.
Karena itu, dalam mencari calon pemimpin yang ideal, takarannya sangat sederhana. Lihatlah bagaimana ia di hadapan isteri, dan anak-anaknya. Jika ia sukses di tengah keluarganya, ia pun akan sukses di tengah masyarakatnya.
Berikut ini, beberapa langkah yang mungkin bisa menjadi pengayaan bagaimana menjadi suami yang baik. Antara lain.
Belajar dan berlatih untuk menangkap kemampuan isteri dan anak-anak.
Tidak jarang, muncul kesenjangan antara apa yang diinginkan suami dengan yang diharapkan isteri dan anak-anak. Kesenjangan bisa berasal dari paradigma atau dasar pemikiran, pola asuh suami di masa kecil, dan segudang obsesi yang ingin diwujudkan dalam keluarga.
Padahal, ia belum pernah mencermati apa yang dimiliki isteri dan anak-anaknya. Terutama dalam hal meletakkan prioritas langkah membangun keluarga. Atau, kemampuan yang dimiliki isteri dan anak-anak.
Contoh, suami yang ingin isterinya pandai memasak. Padahal, pola asuh isteri saat remaja sangat jauh dari dunia masak memasak. Mungkin karena keluarga isteri terbiasa menyiapkan masakan melalui pegawai seperti pembantu rumah tangga, dan lain-lain.
Begitu pun seorang ayah yang ingin anak-anaknya menjadi dokter. Padahal, tidak semua dasar kemampuan dan kecenderungan anak berada pada garis yang sama. Boleh jadi, di antara mereka ada yang punya kecenderungan seni dan sejenisnya.
Di sinilah, untuk bisa mewujudkan obsesi suami, ia mesti belajar menangkap apa yang dimiliki isteri dan anak-anak. Obsesi yang dipaksakan hanya akan memunculkan kekecewaan, baik di suami atau isteri dan anak-anak.
Belajar dan berlatih untuk lebih banyak mendengar daripada berbicara
Salah satu media untuk bisa menyelami lebih banyak apa yang diinginkan isteri dan anak-anak adalah mendengar. Dengan belajar untuk lebih banyak mendengar, seorang suami akan memahami betul tindakan apa yang tepat untuk terapi keluarganya.
Dibutuhkan lebih banyak kerendahan hati dan kesabaran. Kikis sebanyak mungkin sifat merasa sudah tahu apa yang diinginkan isteri dan anak-anak. Sebaliknya, biasakan untuk beranggapan belum tahu, agar bisa lebih betah untuk terus mendengar.
Dari kebiasaan gemar mendengar, latih diri untuk terbiasa merangkai informasi yang berceceran. Gali lagi informasi yang belum lengkap dengan kata atau kalimat pancingan, untuk berikutnya mendengar lagi lebih banyak.
Belajar dan berlatih untuk menyembunyikan kegelisahan dan kebingungan
Dalam beberapa kasus, seorang suami mungkin bingung untuk mAhengambil langkah. Atau, masih gelisahkarena masalah menyedot emosi. Misalnya, isu PHK di kantor, kenaikan harga, jatuh tempo tagihan utang, dan mungkin kehilangan dompet.
Cobalah untuk tidak mengekspresikan kegelisahan dan kebingungan di hadapan isteri dan anak-anak. Biarkan konflik batin berkecamuk terlebih dahulu dalam hati dan pikiran.
Lebih bagus lagi, dalam keadaan seperti itu, untuk mandi dan berwudhu, shalat dan tilawah Alquran, zikir, doa, dan lainnya. Silakan nikmati hembusan suasana damai hidayah Allah ke dalam hati dan pikiran.
Bisa juga melakukan diskusi dengan orang-orang bijak yang punya hubungan dekat. Dudukkan masalah pada porsinya. Dan selanjutnya, susun langkah penyelesaian.
Upayakan untuk tidak cerita ke isteri, apalagi anak-anak, sebelum langkah-langkah penyelesaian tergambar jelas. Jangan biarkan isteri dan anak-anak menjadi korban polusi kegelisahan dan kebingungan seorang suami. (mh) foto:gsalamhttps://www.chanelmuslim.com/keluarga/langkah-menjadi-suami-dambaan-keluarga/16653/
IKLAN
Rasulullah saw. telah mengajarkan sekaligus mencontohkan bagaimana menjadi suami yang baik. Suami yang dicintai isteri, dan sekaligus ayah yang diiteladani anak-anaknya.
Tidak mudah memang. Tapi, seperti itulah Islam menargetkan keunggulan seorang muslim. Tidak usah mulut-muluk menjadi pemimpin berpengaruh, pejabat yang revolusioner, aktivis yang digandrungi masyarakat, dan sebagainya. Cukup menjadi suami yang dicintai isteri, dan diteladani anak-anak. Itulah manusia terbaik yang sebenarnya.
Karena itu, dalam mencari calon pemimpin yang ideal, takarannya sangat sederhana. Lihatlah bagaimana ia di hadapan isteri, dan anak-anaknya. Jika ia sukses di tengah keluarganya, ia pun akan sukses di tengah masyarakatnya.
Berikut ini, beberapa langkah yang mungkin bisa menjadi pengayaan bagaimana menjadi suami yang baik. Antara lain.
Belajar dan berlatih untuk menangkap kemampuan isteri dan anak-anak.
Tidak jarang, muncul kesenjangan antara apa yang diinginkan suami dengan yang diharapkan isteri dan anak-anak. Kesenjangan bisa berasal dari paradigma atau dasar pemikiran, pola asuh suami di masa kecil, dan segudang obsesi yang ingin diwujudkan dalam keluarga.
Padahal, ia belum pernah mencermati apa yang dimiliki isteri dan anak-anaknya. Terutama dalam hal meletakkan prioritas langkah membangun keluarga. Atau, kemampuan yang dimiliki isteri dan anak-anak.
Contoh, suami yang ingin isterinya pandai memasak. Padahal, pola asuh isteri saat remaja sangat jauh dari dunia masak memasak. Mungkin karena keluarga isteri terbiasa menyiapkan masakan melalui pegawai seperti pembantu rumah tangga, dan lain-lain.
Begitu pun seorang ayah yang ingin anak-anaknya menjadi dokter. Padahal, tidak semua dasar kemampuan dan kecenderungan anak berada pada garis yang sama. Boleh jadi, di antara mereka ada yang punya kecenderungan seni dan sejenisnya.
Di sinilah, untuk bisa mewujudkan obsesi suami, ia mesti belajar menangkap apa yang dimiliki isteri dan anak-anak. Obsesi yang dipaksakan hanya akan memunculkan kekecewaan, baik di suami atau isteri dan anak-anak.
Belajar dan berlatih untuk lebih banyak mendengar daripada berbicara
Salah satu media untuk bisa menyelami lebih banyak apa yang diinginkan isteri dan anak-anak adalah mendengar. Dengan belajar untuk lebih banyak mendengar, seorang suami akan memahami betul tindakan apa yang tepat untuk terapi keluarganya.
Dibutuhkan lebih banyak kerendahan hati dan kesabaran. Kikis sebanyak mungkin sifat merasa sudah tahu apa yang diinginkan isteri dan anak-anak. Sebaliknya, biasakan untuk beranggapan belum tahu, agar bisa lebih betah untuk terus mendengar.
Dari kebiasaan gemar mendengar, latih diri untuk terbiasa merangkai informasi yang berceceran. Gali lagi informasi yang belum lengkap dengan kata atau kalimat pancingan, untuk berikutnya mendengar lagi lebih banyak.
Belajar dan berlatih untuk menyembunyikan kegelisahan dan kebingungan
Dalam beberapa kasus, seorang suami mungkin bingung untuk mAhengambil langkah. Atau, masih gelisahkarena masalah menyedot emosi. Misalnya, isu PHK di kantor, kenaikan harga, jatuh tempo tagihan utang, dan mungkin kehilangan dompet.
Cobalah untuk tidak mengekspresikan kegelisahan dan kebingungan di hadapan isteri dan anak-anak. Biarkan konflik batin berkecamuk terlebih dahulu dalam hati dan pikiran.
Lebih bagus lagi, dalam keadaan seperti itu, untuk mandi dan berwudhu, shalat dan tilawah Alquran, zikir, doa, dan lainnya. Silakan nikmati hembusan suasana damai hidayah Allah ke dalam hati dan pikiran.
Bisa juga melakukan diskusi dengan orang-orang bijak yang punya hubungan dekat. Dudukkan masalah pada porsinya. Dan selanjutnya, susun langkah penyelesaian.
Upayakan untuk tidak cerita ke isteri, apalagi anak-anak, sebelum langkah-langkah penyelesaian tergambar jelas. Jangan biarkan isteri dan anak-anak menjadi korban polusi kegelisahan dan kebingungan seorang suami. (mh) foto:gsalamhttps://www.chanelmuslim.com/keluarga/langkah-menjadi-suami-dambaan-keluarga/16653/
Tag :
MUSLIM02
==================
